Tuesday, May 8, 2007

Si peminta-minta

Kotor...busuk, bau, kumuh, jijik...
inilah sedikit 'nama' untuk mereka yang sering mendatangi kita dengan menengadahkan tangannya yang keriput dan kotor...

Acuh tak acuh...itulah yang kita lakukan ketika mereka menundukkan wajahnya di hadapan kita...karna mereka tau, saat mereka melakukannya, kita tak akan mau menatap wajah penuh keringat yang membuat pipi dan kening mereka menjadi mengkilap...

Lalu... bila mereka 'keras kepala' mematung di depan kita... maka seluruh penyakit hati yang ada akan menumpuk sesak di dalam qalbu... risih, dongkol, mangkel, males, ah...terpaksa..! semua rasa itu membuat tangan kita terlalu sulit dan hampir utopis untuk merogoh dan mencari sekeping uang seratus perak saja!

Namun, ternyata kepahitan hidup tlah menjadi keseharian mereka...

Kita tak perlu khawatir, mereka tlah terbiasa untuk menangis. Bahkan, kelenjar air mata mereka tlah kering sejak hati kita menyatakan "tidak" pada mereka.

Sayang...kita tak sempat untuk sekedar memikirkan "Mereka makan pake apa?..." Lalu "adakah sepotong kardus yang mereka temui untuk melindungi badan mereka dari panas dan hujan?..."

"Apakah mereka punya anak...isteri...saudara...?" ...Ah, sudahlah....mereka tak ingin kita memikirkan mereka, karena mereka tlah menyadari sepenuhnya...bahwa kita takkan pernah memikirkan mereka...

Barangkali, hari ini mereka menambah satu garis keriput di dahi mereka...anak-anak mereka harus rela membiarkan air mata mengalir deras melewati pipnya yang mungil...


karna mereka tak berhasil menggenapkan uang recehan yang dikumpulkan, gara-gara saku celana kita terlalu sempit untuk dirogoh...uang kita terlalu bagus untuk diberikan pada mereka...ya, itulah kita....

Sekolah...? bayar uang pendaftaran pake apa? apalagi untuk beli pensil satu batang...! Maaf teman..., kantong celana mereka terlalu longgar untuk menampung uang receh limapuluhan. Seragam merah putih terlalu mewah untuk dibeli, dan pasti akan segera kotor karena di samping kanan kiri, depan belakang rumahnya adalah tumpukan sampah yang harus mereka pilah agar tak timbul polusi. Bukankah kita akan mengeluh bila kota ini bau karna sampah...? Sayangnya, kita juga akan merasa bau pada 'si pendaur ulang'...

Kita sebut mereka bau..., lalu kita sebut diri kita apa? padahal yang memenuhi kota ini dengan kaleng biskuit, keresek Pizza, bungkusan Dunkin Donnut, kaleng Sprite, dan lainnya adalah kita bukan...?

Merenung..? terlambat teman..., waktu terbuang percuma dengan hanya sekedar merenung... mereka tak butuh perenungan kita



Ya Allah...
siapa yang patut menanggung dosa ini ya Rabb...?

1 comment:

Anonymous said...

Setuju kita buat Revolusi Budaya di Jakarta? Hehe. Salam kenal.